Sejarah Seni Ukir Jepara
Satu
citra yang telah begitu melekat dengan Jepara adalah predikatnya sebagai “Kota
Ukir”. Ukir kayu telah menjadi idiom kota kelahiran Raden Ajeng Kartini ini,
dan bahkan belum ada kota lain yang layak disebut sepadan dengan Jepara untuk
industri kerajinan meubel ukir. Namun untuk sampia pada kondisi seperti ini,
Jepara telah menapak perjalana yang sangat panjang. Sejak jaman kejayaan
Negara-negara Hindu di Jawa Tengah, Jepara Telah dikenal sebagai pelabuhan
utara pantai Jawa yang juga berfungsi pintu gerbang komunikasi antara kerajaan
Jawa denga Cina dan India. Demikian juga pada saat kerajan Islam pertama di
Demak, Jepara telah dijadikan sebagai pelabuhan Utara disamping sebagai pusat
perdagangan dan pangkalan armada perang. Dalam masa penyebaran agama Islam oleh
para Wali, Jepara juga dijadikan daerah “ pengabdian” Sunan Kalijaga yang
mengembangkan berbagai macam seni termasuk seni ukir.
Factor
lain yang melatar belakangi perkembangan ukir kayu di Jepara adalah para
pendatang dari negeri Cina yang kemudian menetap. Dalam catatan sejarah
perkembangan ukir kayu juga tak dapat dilepaskan dari peranan Ratu Kalinyamat .
Pada masa pemerintahannya ia memiliki seorang patih yang bernama “Sungging
Badarduwung” yang berasal dari Negeri Campa Patih ini ternyata seorang
ahli pahat yang dengan sukarela mengajarkan keterampilannya kepada masyarakat
disekitarnya Satu bukti yang masih dapat dilihat dari seni ukir masa
pemerintahan Ratu Kalinyamat ini adalah adanya ornament ukir batu di Masjid
Mantingan.
Disamping
itu , peranan Raden Ajeng Kartini dalam pengembangkan seni ukir juga sangat
besar. Raden Ajeng Kartini yang melihat kehidupan para pengrajin tak juga
beranjak dari kemiskinan, batinnya terusik, sehingga ia bertekat mengangkat
derajat para pengrajin. Ia memanggil beberapa pengrajin dari Belakang Gunung
(kini salah satu padukuhan Desa mulyoharjo) di bawah pimpinan Singowiryo, untuk
bersama-sama membuat ukiran di belakang Kabupaten. Oleh Raden Ajeng Kartini,
mereka diminta untuk membuat berbagai macam jenis ukiran, seperti peti jahitan,
meja keci, pigura, tempat rokok, tempat perhiasan, dan lain-lain barang
souvenir. Barang-barang ini kemudian di jual Raden Ajeng Kartini ke Semarang
dan Batavia (sekarang Jakarta ), sehingga akhirnya diketahui bahwa masyarakat
Jepara pandai mengukir. Setelah banyak pesanan yang datang, hasil produksi para
pengrajin Jepara bertambah jenis kursi pengantin, alat panahan angin, tempat
tidur pengantin dan penyekat ruangan serta berbagai jenis kursi tamu dan kursi
makan. Raden Ajeng Kartini juga mulai memperkenalkan seni ukir Jepara keluar
negeri. Caranya, Raden Ajeng kartini memberikan souvenir kepada sahabatnya di
luar negeri. Akibatnya ukir terus berkembang dan pesanan terus berdatangan.
Seluruh penjualan barang, setelah dikurangi dengan biaya produksi dan ongkos
kirim, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin.
Untuk
menunjang perkembangan ukir Jepara yang telah dirintis oleh Raden Ajeng
Kartini, pada tahun 1929 timbul gagasan dari beberapa orang pribumi untuk
mendirikan sekolah kejuruan. Tepat pada tanggal 1 Juli 1929, sekolah
pertukangan dengan jurusan meubel dan ukir dibuka dengan nama “Openbare
Ambachtsschool” yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Teknik Negeri dan
Kemudian menjadi Sekolah Menengah Industri Kerajinan Negeri. Dengan adanya
sekolah kejuruan ini, kerajinan meubul dan ukiran semaluas di masyarakat dan
makin banyak pula anak–anak yang masuk sekolah ini agar mendapatkan kecakapan
di bidang meubel dan meubel dan ukir. Di dalam sekolah ini agar diajarkan
berbagai macam desain motif ukir serta ragam hias Indonesia yang pada
mulanya belum diketahui oleh masyarakat Jepara . Tokoh-tokoh yang berjasa di
dalam pengembangan motif lewat lembaga pendidikan ini adalah Raden Ngabehi
Projo Sukemi yang mengembangkan motif majapahit dan Pajajaran serta Raden
Ngabehi Wignjopangukir mengembangkan motif Pajajaran dan Bali. Semakin
bertambahnya motif ukir yang dikuasai oleh para pengrajin Jepara, mebel jepara semakin
diminati, para pedagang pun mulai memanfaatkan kesempatan ini, untuk
mendapatkan barang-barang baru guna memenuhi permintaan konsumen, baik yang
berada di dalam di luar negeri. Kemampuan masyarakat Jepara di bidang ukir kayu
juga diwarnai dengan legenda. Dikisahkan, pada jaman dahulu ada seorang seniman
bernama Ki Sungging Adi Luwih yang tinggal di suatu kerajaan. Ketenaran seniman
ini didengar oleh sang raja yang kemudian memesan gambar permaisuri. Singkat
cerita, KiSungging berhasil menyelesaikan pesanan dengan baik. Namun ketika ia
akan menambahkan warna hitam pada rambut, terpeciklah tinta hitam dibagian
pangkal paha gambar sang permaisuri sehingga nampak seperti tahi lalat. Gambar
ini kemudian diserahkan kepada raja yang sangat kagum terhadap hasil karya Ki
Sungging.
Namun
raja juga curiga karena ia melihat ada tahi lalat dipangkal paha. Raja menduga
Ki Sungging talah melihat permaisuri telanjang. Oleh karena itu raja berniat
menghukum Ki Sungging dengan membuat patung di udara dengan naik layang-layang.
Pada waktu yang telah ditentukan ki Sungging naik layang-layang dengan
membawa pelengkapan pahat untuk membuat patung permaisuri. Namun karena angina
bertiup sangat kencang, patung setengah jadi itu akhirnya terbawa angin dan
jatuh di pulau Bali. Benda ini akhirnya ditemukan oleh masyarakat Bali,
sehingga masyarakat setempat sekarang dikenal sebagai ahli membuat patung.
Sedangkan peralatan memahat jatuh di belakang gunung dan konon dari kawasan
inilah ukir Jepara mulai berkembang.
Terlepas
dari cerita legenda maupun sejarahnya, seni ukir Jepara kini telah dapat
berkembang dan bahkan merupakan salah satu bagian dari “nafas kehidupan dan
denyut nadi perekonomian “ masyarakat Jepara. Setelah mengalami perubahan dari
kerajinan tangan menjadi industri kerajinan, terutama bila dipandang dari segi
sosial ekonomi, ukiran kayu Jepara terus melaju pesat, sehingga Jepara
mendapatkan predikat sebagai kota ukir, setelah berhasil menguasai pasar
nasional. Namun karena perkembangan dinamika ekonomi, pasar nasional saja belum
merupakan jaminan, karena di luar itu pangsa pasar masih terbuka lebar.
Oleh karena itu diperlukan kiat khusus untuk dapat menerobos pasar
internasional. Untuk melakukan ekspansi pasar ini buka saja dilakukan melalui
pameran-pameran, tetapi juga dilakukan penataan-penataan di daerah.
Langkah-langkah ini ditempuh dengan upaya meningkatkan kualitas muebel ukir
Jepara, menejemen produksi dan menejemen pemasaran. Di samping itu dikembangkan
“Semangat Jepara Incoporated “, bersatunya pengusaha Jepara dalam memasuki
pasar ekspor, yang menuntut persiapan matang karena persaingan-persaingan yang
begitu ketat. Guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia misalnya,
dilakukan melalui pendidikan Sekolah Menengah Industri Kerajinan Negeri dan
Akademi Teknologi Perkayuan dan pendidikan non formal melalui kursus-kursus dan
latihan-latihan. Dengan penigkatan kualitas sumber daya manusia ini diharapkan
bukan saja dapat memacu kualitas produk, tatapi juga memacu kemampuan para
pengrajin dan pengusaha Jepara dalam pembaca peluang pasar dengan segala
tentutannya. Peningkatan kualitas produk dan pengawasan mutu memang menjadi
obsesi Jepara dalam memasuki pasar internasional, yang bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan luar negri terhadap produk industri Jepara.
Karena itu pengendalian mutu dengan mengacu pada sistim standard internasional
merupakan hal yang tidak dapat di tawar-tawar lagi. Usaha ini dilakukan melalui
pembinaan terhadap produsen agar mempertahankan mutu produknya dalam rangka
menjamin mutu pelayanan sebagai mana dipersaratkan ISO 9000. Di samping itu,
perluasan dan intensifikasi pasar terus dilakukan dalam rangka meningkatkan ekspor
serta peluasan pasar internasional dengan penganeragaman produk yang mempunyai
potensi, serta peningkatan market intelligence untuk memperoleh transportasi
pasar luar negeri.
Dengan
demikian para pengusaha dapat dengan tepat dan cepat mengantisipasi peluang
serta tantangan yang ada dipasar internasional. Sementara itu jaringan
informasi terus dilakukan melalu pengevektivan fungsi dan kegiatan Buyer
Reception Desk yang ada di Jepara. Langkah-langkah konseptual yang dilakukan
secara terus menerus ini telah berbuah keberhasilan yang dampaknya dirasakan
oleh masyarakat Jepara, berupa peningkatan kesejateraannya. Dari data yang ada
dapat dijadikan cermin keberhasilan sektor meubel ukir dalam lima tahun
terakhir.
Data
diatas belum termasuk potensi kayu olahan , souvenir dan peti mati yang dalam
tiga tahun terakhir telah berhasil dilealisir ekspornya. Untuk dapat melihat
lebih jauh potensi ukir kayu ini juga dapat dilihat berbagai macam penghargaan,
yang bersekala regional, nasional dan internasional, baik bagi para
pengusaha, pengrajin maupun bagi pimpinan daerah.
sumber : http://neoidromoi.blogspot.co.id/2014/08/sejarah-seni-ukir-jepara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar